Sebelum
kedatangan bangsa Portugis di lewo
(kampung) Adonara, pada masa itu sudah ada perkampungan- perkampungan kecil
yang dihuni oleh suku-suku purba. Suku-suku tersebut adalah suku Dulu Base Dulu Rame, Kebo Wolo, Lemak, Kuda Wani, Bali Ama Lewun, Muket, Tapo dan
perkampungan purba lainya di sekitar danau Kota Kaya. Perkampungan–perkampungan
tersebut kian lama berangsur punah akibat wabah penyakit. Sebagian lainya
meninggalkan perkampungan dan tinggal di tempat lain.
Maka
berdatanglah suku- suku lain ke lewo
Adonara seperti suku Serang Gorang, Suku Nepa Lolon, Suku Orang Kaya, Suku
Srabiti Waihali, Suku Lemanuk dan Suku Maloko Serang Gorang. Proses kedatangan
suku-suku tersebut bersal dari berbagai wilayah yakni dari wilayah timur, barat
utara dan selatan. Suku–Suku pendatang baru di Lewo Adonara ini adalah
suku-suku yang di daerah asalnya merupakan kalangan bangsawan yang sudah
berpengalaman dalam strategi kepemimpinan dan peperangan.
Ada
di antara suku-suku tersebut yang lebih dominan dan berpengaruh dalam bidang
tertentu. Contohnya suku Serang Gorang dan Srabiti Waihali mahir dalam taktik
bertempur sehingga posisi mereka pada saat itu sebagai pemimpin dan panglima
perang. Suku lainnya sudah memiliki pengetahuan tentang agama Islam sehingga
mereka di angkat sebagai pemimpin agama seperti suku Orang Kaya dan suku Maloko
Serang Gorang. Sementara suku lainya diserahkan tugas untuk mengurus hak-hak
ulayat seperti Suku Lemanuk.
Lewo
Adonara pada jaman dulu dikenal sebagai ibu kota Kerajaan Adonara. Daerah kekuasaan
kerajaan Adonara mencakup hingga ke wilayah pulau Lembata dan sebagian timur
Pulau Flores. Setelah Indonesia merdeka, dihapuslah bentuk pemerintahan kerjaan
menjadi sub raja (Swapraja). Pada tahun 1971 terbentuklah desa gaya baru yang
dipimpin oleh seorang kepala desa.